Monday 22 June 2009

Komentar Artikel Suwardjono I

Posting berikut merupakan komentar mengenai artikel yang berjudul "Aspek Kebahasaan Indonesia dalam Karya Tulis Akademik/Ilmiah/Kesarjanaan" yang ditulis oleh dosen saya, Dr. Suwardjono, M.Sc. Untuk mengunduh artikel aslinya (saya sarankan) silakan klik di sini


Karya tulis akademik/ilmiah/kesarjanaan merupakan karya tulis yang nantinya akan dipelajari, dan menjadi sumber ilmu serta acuan bagi banyak orang. Mengingat karya-karya tulis ini di kemudian hari akan berperan sedemikian penting bagi banyak orang, saya setuju dengan pendapat penulis bahwa aspek kebahasaan dalam karya tulis akademik/ilmiah memang merupakan sesuatu yang vital. Celakalah apabila bahasa yang digunakan dalam karya-karya tulis ilmiah/akademik ternyata merupakan bahasa yang tidak bersifat keilmuan: misalnya bahasa umum atau malah bahasa jurnalistik yang bisa menyebabkan perbedaan konsep dan interpretasi. Para akademisi atau sarjana yang membaca karya-karya tersebut bisa-bisa salah kaprah dalam menyerap dan mengartikan ilmu yang mereka pelajari dengan cara membaca karya-karya tersebut, lantaran kelalaian dari segi bahasa.

Bahasa seharusnya memang selalu berkembang dan dinamis. Saya kebetulan mempelajari bahasa Jepang. Guru saya memberitahu saya bahwa kamus bahasa Jepang semakin tahun semakin bertambah tebal. Untuk mendukung dunia pendidikan Jepang, agar sebanyak mungkin ilmu dapat diserap oleh masyarakatnya, Pemerintah Jepang selalu berperan aktif dalam menyerap istilah-istilah akademis dari bahasa asing (biasanya Inggris) dan terkadang mereka bahkan menciptakan huruf kanji baru untuk mendukung penyerapan istilah asing tersebut. Penciptaan huruf kanji dan istilah-istilah baru tersebut kemudian diumumkan kepada masyarakat, dan para civitas akademika Jepang juga dengan kemauan sendiri menerima dan menggunakan istilah-istilah yang diciptakan pemerintah tersebut. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa untuk bisa menulis karya-karya tulis ilmiah, maupun untuk memahami karya-karya tersebut, level bahasa mereka harus ditingkatkan. Dan hal inilah, yang saya lihat, memang sangat kurang di Indonesia.

Civitas akademika di sini tidak memiliki kesadaran maupun kemauan yang kuat untuk memperkaya kosakata. Padahal, mereka adalah orang terpelajar. Kosakata saya sendiri sebenarnya juga masih terbatas dan saya tidak bisa membanggakan hal tersebut, namun saya memiliki keinginan kuat untuk memperkaya kosakata saya, sebab itulah yang akan membantu saya dalam mempelajari banyak ilmu, dan juga akan membedakan saya dengan orang-orang awam yang mungkin tidak menempuh pendidikan sampai ke perguruan tinggi.

1 comment:

Anonymous said...

salam kenal. aku re. manajemen 2005. pastinya FEB UGM. hahaha
knp posting tanggapan artikel itu di sini???
hahaha