Monday 22 June 2009

KONTROL ORGANISASI

Membangun struktur organisasi saja ternyata tidak cukup untuk memastikan bahwa suatu perusahaan kemudian akan beroperasi secara efektif dan efisien. Tanpa adanya fungsi kontrol, karyawan tidak akan merasa termotivasi untuk berperilaku sedemikian rupa agar bisa mencapai tujuan organisasi. Manajer dan karyawan dari unit fungsional yang berbeda akan cenderung fokus kepada tujuan unit mereka masing-masing dan bukan tujuan organisasi. Tugas seorang manajer lah untuk kemudian mengontrol: mengendalikan dan membentuk aktivitas divisi, fungsi, dan karyawan organisasi agar mereka dapat bekerja sebagai satu kesatuan yang harmonis.

Dalam planning dan organizing, manajer membangun strategi dan struktur organisasi yang mereka harapkan dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki seefisien mungkin, dan juga dapat menciptakan nilai tambah bagi konsumen. Dalam langkah selanjutnya, yakni controlling, manajer memonitor dan mengevaluasi apakah strategi dan struktur yang mereka bangun berjalan sesuai harapan atau tidak. Apabila tidak, manajer kemudian akan mencari penyebabnya, untuk berusaha memperbaiki dan meningkatkan performa strategi dan struktur organisasi tersebut.

Kontrol organisasi dapat membantu suatu perusahaan memperoleh keunggulan kompetitif. Misalnya, sistem kontrol memiliki ukuran yang dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran seberapa efisien penggunaan sumber daya oleh perusahaan. Kontrol organisasi juga memberikan feedback kepada perusahaan mengenai kualitas produk mereka. Apabila perusahaan memonitor seberapa banyak keluhan yang datang dari konsumen setelah menggunakan produk mereka, maka perusahaan akan mendapatkan gambaran mengenai kualitas produk. Dalam meningkatkan customer responsiveness, perusahaan sebaiknya menggunakan sistem kontrol yang dapat digunakan untuk memonitor perilaku karyawan, terutama mereka yang melakukan kontak langsung dengan konsumen. Dalam hal meningkatkan inovasi, seorang manajer harus dapat membangun sistem kontrol yang mendorong karyawan untuk berani mengambil risiko. Misalnya, dengan cara mengevaluasi kinerja karyawan dan memberikan reward terhadap karyawan yang dinilai paling inovatif.

Manajemen Konflik

Dalam suatu organisasi, tidak bisa dihindari terjadinya konflik, baik karena perbedaan pendapat, perspektif, atau hal-hal lain. Konflik sering dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan sebisa mungkin harus dihindari. Padahal konflik sesungguhnya justru diperlukan untuk perkembangan organisasi. Dengan adanya konflik dan berbagai pandangan yang berbeda, kita bisa menganalisis kelemahan kita dari berbagai sudut, dan membuat keputusan yang efektif yang dapat meningkatkan kinerja kita. Tentu saja, konflik di dalam organisasi harus berada di level yang pas, dengan kata lain tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Terlalu sedikit konflik berarti organisasi tersebut homogen dan punya kecenderungan terjebak dalam groupthink. Terlalu banyak konflik juga buruk dampaknya bagi perusahaan, kinerja perusahaan akan terhambat, sebab anggotanya tidak pernah mencapai kata sepakat untuk bergerak maju.

Ada empat tipe umum konflik, yaitu konflik interpersonal (antarindividu), konflik intragrup (intern dalam sebuah kelompok, misalnya dalam departemen), konflik intergrup (konflik antargrup, misal antarunit fungsional), dan konflik interorganisasi (konflik yang terjadi antara organisasi satu dengan lainnya). Hal-hal yang menyebabkan konflik bisa bermacam-macam, misalnya perbedaan tujuan dan orientasi jangka waktu (orang-orang bagian pemasaran umumnya berorientasi jangka panjang, sementara bagian operasi berorientasi jangka pendek), pembagian kewenangan, dan menyangkut pengalokasian sumber daya yang langka.

Banyak strategi yang bisa digunakan untuk mengatasi konflik. Beberapa yang tidak efektif yaitu akomodasi (accommodation) dimana salah satu pihak mengalah pada kepentingan pihak yang lain, penghindaran (avoidance) dimana kedua pihak mengacuhkan sumber konflik, dan kompetisi (competition) dimana kedua pihak bersaing untuk mengalahkan kepentingan pihak yang lain. Ketiga cara ini tidak efektif sebab tidak akan menghasilkan solusi untuk menyelesaikan konflik.

Cara yang efektif untuk menyelesaikan konflik dapat ditempuh melalui kompromi dan kolaborasi. Dalam kompromi, masing-masing pihak terlibat dalam proses give-and-take hingga solusi dapat tercapai. Dalam kolaborasi, pihak yang berkonflik berusaha menyelesaikan perbedaan mereka dan mencapai solusi yang terbaik untuk semua

Komentar Artikel Suwardjono II

Posting ini merupakan komentar mengenai artikel "What Does Cost Really Mean?" yang ditulis oleh dosen saya, Dr. Suwardjono, M.Sc. Saya sarankan untuk mengunduh artikel aslinya di sini

Selama ini, memang banyak kerancuan mengenai padanan kata cost yang tepat dalam bahasa Indonesia. Di pelajaran yang didapatkan di tingkat SMA, cost diterjemahkan menjadi ‘biaya’. Contoh yang jelas bisa dilihat dari kata ‘Cost Accounting’ yang kemudian diterjemahkan menjadi ‘Akuntansi Biaya’.

Saya sendiri, karena baru mendapatkan pelajaran akuntansi semester 1 kemarin (saya berasal dari jurusan ilmu alam), masih tetap berpikir bahwa cost dalam bahasa Indonesia adalah ‘biaya’. Bila ditanya apa definisi cost, saya akan menjawab bahwa cost adalah ‘pengorbanan yang dilakukan perusahaan untuk memperoleh ‘sesuatu’’. ‘Sesuatu’ di sini bisa berupa aset, bisa pula berupa pendapatan. Bisa dilihat betapa rancunya pengertian saya mengenai cost. Terlebih lagi, pengertian tersebut sebenarnya lebih tepat sebagai pengertian dari expense, yang merupakan kata bahasa Inggris untuk ‘biaya’ (bukan cost). Pengertian saya mengenai expense dan cost selama ini tercampur baur. Yang saya tahu, cost pasti berupa pengorbanan, padahal belum tentu begitu.

Pengertian yang jelas mengenai cost dan expense, baru saya dapatkan sejak mengikuti kelas ini. Cost merupakan unit pengukur atau bahan olah akuntansi, sementara biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomik untuk memperoleh pendapatan. Biaya merupakan wadah atau elemen, yang diukur dengan cost. Itulah definisi sebenarnya dari cost dan expense. Karena itu, memang sangat keliru apabila expense kemudian diterjemahkan menjadi ‘beban’ dalam bahasa Indonesia, karena istilah ‘biaya’ telah terpakai untuk menerjemahkan cost. Kata expense-lah yang seharusnya diterjemahkan menjadi ‘biaya’ sementara cost sebenarnya tidak memiliki padan kata dalam bahasa Indonesia. Karena itu, kata cost seharusnya memang tetap ditulis sebagai cost atau diserap ke dalam bahasa Indonesia sebagai kos.

Bagi saya, artikel ini amat berguna karena membantu memahami apa sebenarnya arti cost dan membedakannya dari ‘biaya’. Tidak berlebihan bila saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak karena telah menulis artikel ini untuk menjelaskan kesalahpahaman yang telah menjadi sangat umum. Banyak teman-teman saya yang masih salah paham mengenai arti cost dan saya pikir ada baiknya mereka juga membaca artikel ini untuk mendapatkan pemahaman yang benar mengenai cost dan expense.

Komentar Artikel Suwardjono I

Posting berikut merupakan komentar mengenai artikel yang berjudul "Aspek Kebahasaan Indonesia dalam Karya Tulis Akademik/Ilmiah/Kesarjanaan" yang ditulis oleh dosen saya, Dr. Suwardjono, M.Sc. Untuk mengunduh artikel aslinya (saya sarankan) silakan klik di sini


Karya tulis akademik/ilmiah/kesarjanaan merupakan karya tulis yang nantinya akan dipelajari, dan menjadi sumber ilmu serta acuan bagi banyak orang. Mengingat karya-karya tulis ini di kemudian hari akan berperan sedemikian penting bagi banyak orang, saya setuju dengan pendapat penulis bahwa aspek kebahasaan dalam karya tulis akademik/ilmiah memang merupakan sesuatu yang vital. Celakalah apabila bahasa yang digunakan dalam karya-karya tulis ilmiah/akademik ternyata merupakan bahasa yang tidak bersifat keilmuan: misalnya bahasa umum atau malah bahasa jurnalistik yang bisa menyebabkan perbedaan konsep dan interpretasi. Para akademisi atau sarjana yang membaca karya-karya tersebut bisa-bisa salah kaprah dalam menyerap dan mengartikan ilmu yang mereka pelajari dengan cara membaca karya-karya tersebut, lantaran kelalaian dari segi bahasa.

Bahasa seharusnya memang selalu berkembang dan dinamis. Saya kebetulan mempelajari bahasa Jepang. Guru saya memberitahu saya bahwa kamus bahasa Jepang semakin tahun semakin bertambah tebal. Untuk mendukung dunia pendidikan Jepang, agar sebanyak mungkin ilmu dapat diserap oleh masyarakatnya, Pemerintah Jepang selalu berperan aktif dalam menyerap istilah-istilah akademis dari bahasa asing (biasanya Inggris) dan terkadang mereka bahkan menciptakan huruf kanji baru untuk mendukung penyerapan istilah asing tersebut. Penciptaan huruf kanji dan istilah-istilah baru tersebut kemudian diumumkan kepada masyarakat, dan para civitas akademika Jepang juga dengan kemauan sendiri menerima dan menggunakan istilah-istilah yang diciptakan pemerintah tersebut. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa untuk bisa menulis karya-karya tulis ilmiah, maupun untuk memahami karya-karya tersebut, level bahasa mereka harus ditingkatkan. Dan hal inilah, yang saya lihat, memang sangat kurang di Indonesia.

Civitas akademika di sini tidak memiliki kesadaran maupun kemauan yang kuat untuk memperkaya kosakata. Padahal, mereka adalah orang terpelajar. Kosakata saya sendiri sebenarnya juga masih terbatas dan saya tidak bisa membanggakan hal tersebut, namun saya memiliki keinginan kuat untuk memperkaya kosakata saya, sebab itulah yang akan membantu saya dalam mempelajari banyak ilmu, dan juga akan membedakan saya dengan orang-orang awam yang mungkin tidak menempuh pendidikan sampai ke perguruan tinggi.

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Tiap perusahaan menganut etika sosial, individual, organisasional, dan okupasional yang berbeda. Empat hal ini adalah pembentuk etika bisnis perusahaan. Apabila dasarnya berbeda, tentu saja etika bisnis mereka pun otomatis berbeda. Perbedaan etika bisnis perusahaan pada akhirnya memengaruhi pandangan dan posisi mereka terhadap tanggung jawab sosial perusahaan kepada para pemegang pancang (stakeholders).

Ada empat pendekatan yang dapat dianut perusahaan berkenaan dengan tanggung jawab sosial mereka. Pendekatan sebuah perusahaan terhadap tanggung jawab sosial mereka dapat dilihat dari sejauh mana perusahaan memerhatikan kewajiban mereka terhadap para pemegang pancang dan membuat keputusan yang akan melindungi dan meningkatkan kesejahteraan para pemegang pancang dan juga masyarakat pada umumnya. Misalnya, cara perusahaan bersikap saat mereka mengetahui mereka telah menjual produk yang rusak atau bahkan berbahaya (defect) pada konsumen. Ada perusahaan yang mengakui kesalahan mereka dan menarik produk tersebut, namun ada pula yang berusaha menyembunyikan atau menghindar dari tuduhan (denial).

Perusahaan yang berusaha menyembunyikan atau menolak fakta bahwa mereka telah menjual produk yang rusak biasanya memiliki sedikit kesadaran soal tanggung jawab sosial, dan menganut Pendekatan Obstruksionis. Itu berarti perusahaan tidak berusaha untuk bertanggung jawab sosial, dan akan melakukan berbagai tindakan tidak etis untuk mencegah masyarakat tahu. Pendekatan Defensif merupakan pendekatan dimana perusahaan mematuhi hukum, namun tidak lebih dari itu. Sering para manajer memanfaatkan lubang-lubang yang ada dalam hukum untuk berbuat tidak etis demi keuntungan sendiri.

Perusahaan yang memiliki kesadaran tinggi akan tanggung jawab sosial biasanya menganut Pendekatan Akomodatif atau Proaktif. Dalam Pendekatan Akomodatif, perusahaan bersikap etis dan berusaha menyeimbangkan berbagai kebutuhan antara para pemegang pancang, bila dibutuhkan. Sedangkan dalam Pendekatan Proaktif, perusahaan berusaha mencari tahu kebutuhan para pemegang pancang, dan secara aktif menggunakan berbagai sumber daya yang tersedia untuk bertanggung jawab sosial.

Tuesday 16 June 2009

Tertawalah

Tiba2 aja aku bisa mengubah cara pandangku... dan ternyata...

Semuanya begitu berbeda dilihat dari sini

Ternyata sama sekali ga ada alasan buatku untuk sedih... down... kuatir... dan mikir macem2 kayak selama ini. Buat apa? Nyatanya ga ada apa2! Ternyata selama ini aku sedih buat sesuatu yang ga perlu!

Ahahahaa...

Just wanna laugh alot at my stupidity now...! XD

And promise not to repeat this anymore!


PS : Hey.. I know I'm stupid... and it took so long for me to understand. Being away from you has opened my eyes wide. I can see now. I understand the way u think now. I promise not to do this anymore. Will you forgive me?

Monday 8 June 2009

BANGKIT!

BANGKIT!!
Bangkit dari keputusasaan
Bangkitlah dari kesedihan
Sudah cukup lama kau terdiam!

BANGKIT!!
Temukan kekuatan
Untuk bangkit dan berjalan
Bukan dari orang lain
Tapi dari diri sendiri!!

BANGKIT!!
Kau masih punya sepasang kaki yang kuat!
Masih punya badan yang sehat!
Kau masih bernafas dan masih hidup!

BANGKIT!
Segala yang kausayangi sudah hilang
Harapanmu telah kandas!
Yang kaunanti tak kunjung tiba!
Janganlah terus terdiam!

BANGKIT!!
Belum terlambat untuk sebuah perubahan!!
Hanya kamu yang bisa!
Temukan kekuatan itu
DAN BANGKITLAH!!

BANGKIT! BANGKIT! BANGKIT!
Buang segala dari masa lalumu!
Bangkit dan berjalanlah!
Harapan ada di depan
Jangan lagi menoleh ke belakang!

BANGKIT!!

Monday 1 June 2009

American Corner di Perpust Belakang GSP

Belakangan ini aku sering buanget ke American Corner alias Amcor. Uda jadi tempat nongkrong favorit, sehari bisa sampe dua kali aku ke sana. Padahal sebelumnya aku ga tau yg namanya Amcor itu apa. Dan kayaknya temen2ku juga banyak yang belum tau. Jadi aku mau promosi nih... ehehe...

Q&A


Q : Apa itu Amcor...?
A : Amcor alias American Corner adl suatu area buat mereka2 yang pengen tau lebih banyak soal Negeri Uncle Sam.

Q : Dimana tuh letaknya Amcor?
A :Letaknya di dalem perpust yang ada di belakang (utaranya) GSP. Sebelah barat Fisipol. Sekitar 5 menit jalan kaki dari FEB.

Q : Emang ada apa aja di situ?
A : Namanya aja American Corner... dan letaknya di dalem perpust... Jelas di dalem situ penuh dengan buku2 tentang Amrik dong! Semacem 'A Dictionary of American History' dan kawan-kawannya gitu deh... Ada juga majalah2 kayak 'People', 'Rolling Stones', atau 'National Geographic' tapi yang asli versi Amrik, bukan yg udah diindonesiain.

Q : Apa yang asik di situ?
A : Tempatnya pewe banget... enak... nyaman buat WiFi an, garap tugas, nongkrong pas ga ada kerjaan, ato sekedar ngadem nunggu kul berikutnya... sambil baca2 buku n majalah! ^^

Q : Kok bisa tau tempat ini dari mana?
A : Aku pertama kali denger kata 'American Corner' dari Nana (yg kul di Fisipol). Dia bilang itu tempat fave buat ngadem sambil nunggu kul. Waktu itu belum kepikiran Amcor tu kayak apa. Baru akhir2 ini setelah Kendo kerjaannya nongkrongin Amcor seharian (ngenet gratis), akhirnya aku nyadar deh. "Ooh... ini toh yang namanya Amcor...?"

Q : Emang ngapain aja di situ?
A : Ngenet gratis ato baca2 majalah. Mau tidur juga bisa deh kayaknya! LOL... Kalo Q sih sekedar nemenin Kendo yang HARUSNYA nggarap skripsi tapi dy malah buka FB, donlod mp3 n film2, dan ngegame... dudul... XD. Sementara dya asik dengan FB ato Traviannya, aku biasanya baca2 majalah ato buku. Lumayan... nambah pengetahuan n update info baru. LOL

Begitulah... Ada yang tertarik?? Tempat bagus buat mbathang2, daripada luntang-lantung ga karuan di kampus... hhe... Barusan aku cerita2 soal Amcor ke Bimo Sujatmoko yang sering berkeliaran ga jelas di kampus, bingung mau ngapain. Dan sepertinya dia tertarik menjajal Amcor, huehehe...

Btw I'm supposed to listen to this lecture about html codes.... I don't understand a single thing, despite the fact that I'm actually using html right in front of my eyes now...! LOL...

Cya next time! XD