Sunday 30 October 2011

Ga Mau Nikah Kalo Ga Sama Orang Jawa!! (The Power of Stereotype Thinking)

Post ini sebenernya sesuatu yang sudah lama saya pikirkan, yg triggered gara-gara heboh pernikahan anak Sultan tempo hari, GKR Bendara dengan KPH Yudanegara.

Ceritanya waktu itu saya dan ibu saya sedang menonton TV yang menyiarkan acara pernikahan itu. Tentunya pembaca sudah tahu kalau suami anak sultan itu bukan keturunan ningrat dan bukan juga orang Jawa. Lantas, ibu saya berkata 'Wah, baik banget ya Sultan, anaknya boleh nikah sama orang yang bukan keturunan Jawa!'

Ucapan ibu saya itu spontan mengingatkan saya pada kejadian beberapa bulan silam. Waktu itu saya sedang nonton acara Hitam Putih di Trans 7. Bintang tamu acara itu (saya gak tau siapa, maklum saya jarang banget nonton TV sampai-sampai saya paling cuma tahu <1% muka artis Indonesia) waktu itu ditanya oleh presenternya (Deddy Corbuzier bukan sih? Dan ya, segini menyedihkannya saya sampai-sampai engga tau mukanya Deddy Corbuzier, meski namanya sering saya dengar). Pertanyaannya kira2 begini, 'Apa karakteristikmu dalam memilih suami yang ideal?'

Kemudian si artis menjawab, baik perhatian dan blablabla macam2 karakteristik cowok ideal, tapi kemudian diakhiri dengan perkataan 'dan calon suami saya harus Batak'. Alasannya, karena 'itu keinginan orangtua'.

Ucapan sang artis itu menyentil suatu bagian terdalam dari hati saya. Diam-diam saya berpikir, "Apa iya ras bisa dijadikan kriteria dalam memilih jodoh?" Sejujurnya saya gak pernah memikirkan hal ini secara serius. Orangtua saya gak pernah secara spesifik meminta saya harus bersuami orang Jawa tapi secara implisit terlihat kalo mereka lebih senang kalo saya memilih orang Jawa sebagai pacar (or suami, eventually). Well, bukannya saya pernah punya pacar yang bukan orang Jawa, thanks to my antisociality sampe2 orang-orang yang saya kenal cuma itu-itu saja, tapi tetep saja saya tahu kalo orangtua saya akan lebih prefer saya memilih pasangan hidup yang orang Jawa.

Nah, seperti yang saya bilang, saya dulu gak pernah berpikir soal ini secara serius, karena saya pikir hal ini sudah taken for granted alias wajar. Bagian mana dari 'nurutin keinginan orangtua' yang enggak wajar? Sebagai anak berbakti, sudah tentu itu kewajiban kita. Nah, kemampuan saya berpikir kritis soal hal ini baru tertantang ketika kemudian seorang teman saya ada yang mengatakan "Masa jodoh harus ditentukan berdasarkan ras?". Entah gimana detilnya sampai kami bisa mendiskusikan itu tapi yang jelas pertanyaan dia itu saya ingat betul dan sejak itulah saya mulai terpikir, sebenarnya orang Indonesia itu rasis tanpa disadari.

(Oke, mulai bagian ini mungkin pos saya akan sedikit eksplisit dan berbau sedikit 'rasis' meski maksud saya bukan untuk rasis. Kalau tidak mau membaca, harap jangan diteruskan. You have been warned!)

Seberapa sering kita mendengar obrolan-obrolan berbau stereotype semacam 'Jangan nikah sama orang Cina soalnya mereka suka pelit', 'Jangan nikah sama orang orang Maluku, mereka suka kasar sama istrinya', atau 'kalo mau nikah sama orang Jawa aja, orang Jawa itu paling baik' (ya jelaslah paling baik, kalo dipandang dari sudut pandang orang Jawa juga tentunya).

Menilai orang berdasarkan ras atau golongan tanpa lebih dulu mengenal orangnya inilah yang dinamakan stereotype thinking, dan prejudice semacam ini menurut saya bener-bener gak berguna dan banyak salahnya. Coba pikir: Orang Cina pasti pelit, orang Maluku kasar, orang Sunda enggak bisa dipercaya, orang Jawa paling baik (maaf soalnya post ini ditulis orang Jawa, jadi seringnya dengar hal yang baik-baik soal orang Jawa, padahal gak mesti juga). Nah, pertanyaannya: emang tau darimana sampe2 bisa menyimpulkan begitu padahal pernah ketemu atau bergaul sama orang-orang itu aja belum tentu kalian pernah?

Stereotype merupakan sesuatu yang mencegah kita untuk benar-benar mengenal dan menerima seseorang apa adanya. Coba pikir, Indonesia ini punya banyak sekali suku yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Ada orang Batak, Dayak, Sunda, Padang, Jawa, Cina, dan sebagainya. Rugi benar kalo sampe kita mencegah diri kita kenal sama orang yang berlainan suku cuma gara-gara rumor yang menyebutkan 'awas jangan mau sama dia soalnya dia orang xxx! Ntar kamu pasti rugi deh soalnya dia pasti begini begini begitu'. Screw that, man! First, you should know him or her before ever making such a judgment and second, judge that person on the very essence of him as a person, not based on his or her race! Race has no effect on the very quality of a person whatsoever!

Coba pikir, emang apa sih efeknya ras ke kualitas kita sebagai manusia? Apakah orang Jawa punya hati yang lebih baik dibandingkan orang Sunda? Apakah orang Minang tidak bisa dipercaya karena dia bukan orang Jawa? Kalo kita memandang suatu ras lebih baik daripada yang lainnya, itu adalah karena kesombongan kita sendiri, keegoisan kita memandang ras kita paling baik, mungkin karena memang kita tumbuh dan berkembang dalam budaya yang didominasi ras tersebut sehingga pikiran kita otomatis jadi sama seperti mereka. Dan, inilah yang menyebabkan budaya pemikiran kita yang semakin sempit, yang cuma mau menerima orang dari ras tertentu sebagai pasangan hidup kita, bahkan tanpa mencoba mengenal lebih baik orang yang berlainan ras atau suku dengan kita.

Karena itulah saya senang ketika Sultan membolehkan anaknya menikah dengan orang yang bukan orang Jawa dan Deddy Corbuzier mencecar si bintang tamu yang menjawab 'suami saya harus Batak' tadi itu. Deddy bertanya 'Memang apa pengaruhnya kalo suami kamu Batak? Apa seseorang akan lebih baik untuk kamu simply karena dia orang Batak?' dan si artis ga bisa menjawab kecuali berkali-kali menekankan kalo itu keinginan orangtua. Well, see? You really can't judge a person based on his or her race dan saya senang ternyata ada beberapa orang juga yang sudah sadar akan hal itu. Stereotype is bad, man! You will lose the chance of actually knowing a great person simply because you have made prejudices before really knowing that person as a person.